Mengurus dan Menghitung BPHTB Tanah Warisan
Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan bangunan, muncul beragam masalah keuangan bagi ahli waris. Mengapa? Karena adanya pajak BPHTB waris atas tanah dan bangunan. Umumnya, masyarakat masih awam dengan hukum perpajakan ini.
Sehingga saat ahli waris ingin mengurus balik nama sertifikat, mereka kaget melihat besarnya pajak yang harus ditanggung. Seringkali, karena tidak sanggup membayar pajak waris, ahli waris terpaksa menjual tanah dan bangunan warisan dengan harga murah.
Kejadian tersebut tidak perlu terjadi jika pewaris sudah membuat perhitungan matang mengenai biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Ketika meninggalkan warisan berupa tanah dan bangunan, dapat merencanakan dana yang cukup untuk membiayai seluruh biaya.
Bingung Cari Produk KPR Terbaik? Cermati punya solusinya!
Pengertian BPHTB Waris
BPHTB waris adalah kewajiban pajak yang dikenakan kepada ahli waris terkait transfer hak atas tanah dan bangunan dari pewaris. Seperti perolehan hak melalui jual beli, perolehan hak atas properti karena warisan memicu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Prinsipnya, ahli waris memperoleh hak atas properti, dan negara memberlakukan pajak sebagai akibatnya.
Regulasi BPHTB karena warisan diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB, yang menetapkan bahwa perolehan hak karena warisan termasuk dalam jenis perolehan hak yang dikenai pajak.
Hal-hal terkait warisan, ahli waris, dan pembagian harta diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW), mencakup juga hukum perdata Barat, serta UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Untuk masyarakat beragama Islam, rujukan mencakup Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam yang, meskipun tidak dijadikan hukum tertulis di Indonesia, tetap berlaku bagi umat Islam di seluruh dunia.
Dalam kasus sederhana yang sering terjadi, seperti pewaris yang meninggalkan istri dan anak-anak, BPHTB warisan dihitung dengan mempertimbangkan berbagai faktor sesuai peraturan yang berlaku.
Penghitungan BPHTB Pewaris Pemilik Tunggal Hak Tanah dan Bangunan
Situasi ini muncul ketika kepemilikan tanah dan bangunan hanya atas nama satu individu atau tercatat dalam sertifikat hanya atas nama pewaris. Dalam konteks ini, ahli waris yang berhak adalah istri dan anak-anaknya.
Berbeda dengan perhitungan BPHTB pada transaksi jual beli yang menggunakan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) atau nilai transaksi, perhitungan BPHTB karena warisan mempertimbangkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dianggap sebagai NPOP.
Prinsip perhitungan tetap sama dengan jual beli, yaitu 5% x (NPOP – NPOPTKP). Nilai NPOPTKP untuk warisan bervariasi sesuai dengan daerahnya. Sebagai contoh, NPOPTKP di DKI Jakarta adalah Rp350.000.000,-, sementara di daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sebesar Rp300.000.000,-.
Besarnya NPOPTKP untuk daerah lain ditetapkan berdasarkan peraturan daerah setempat, mengingat pemungutan BPHTB saat ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Informasi dapat dicari di Kantor Pajak, Kantor Pertanahan, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Contoh Perhitungan PBHTB Warisan
Seorang ayah meninggal memiliki sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan, kemudian akan dilakukan balik nama ke atas nama para ahli waris atau anak-anak dan istrinya. Karena proses balik nama tersebut para ahli waris diwajibkan membayar BPHTB.
Data-data tanah objek warisan sebagai berikut:
Luas 1.000m2
NJOP = Rp1.000.000,- per meter
NPOP = 1.000 x Rp1.000.000,- = Rp1.000.000.000,- sama dengan NJOP total
NJOPTKP waris adalah Rp350.000.000,- (DKI Jakarta)
Besarnya BPHTB adalah sebagai berikut:
BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
BPHTB = 5 % x (Rp1.000.000.000 – Rp350.000.000) = Rp32.500.000,-
Dalam praktiknya, pada lembar BPHTB hanya dicatat nama salah satu ahli waris dengan penambahan CS (cum suis) dan kawan-kawan di belakang namanya.
Pembayaran BPHTB waris dilakukan saat warisan terbuka atau terjadi peralihan hak atas tanah. Peralihan hak terjadi saat pewaris meninggal, mengacu pada hukum waris. Meskipun demikian, tidak seluruh hak atas tanah segera dibalik nama. Kadangkala masyarakat tidak menyadari kewajiban membayar BPHTB waris dalam pewarisan, dan pajak sering dibayarkan bersamaan dengan penjualan properti kepada pihak lain atau saat perpanjangan atau peningkatan status hak atas tanah. Pembayaran BPHTB waris oleh ahli waris diperlukan sebelum proses balik nama waris dapat dilakukan.
Pewaris dapat merencanakan dana untuk membayar BPHTB. Ketika seseorang meninggal dan meninggalkan ahli waris, penting untuk memahami bahwa setiap pembelian properti sebenarnya menghasilkan kewajiban BPHTB waris kepada ahli waris. Oleh karena itu, memastikan ketersediaan dana saat ahli waris membutuhkannya merupakan langkah penting. Biaya BPHTB untuk seluruh properti yang dimiliki sebaiknya dimasukkan dalam perencanaan dana warisan.
BPHTB Waris Atas Tanah yang Sudah Berakhir Jangka Waktu Haknya
Penting untuk dicermati, terutama oleh para praktisi di bidang pertanahan, bahwa perhitungan BPHTB waris pada tanah yang telah berakhir jangka waktu haknya berbeda dengan perhitungan BPHTB waris pada tanah dengan hak masih berlaku.
Sebagai contoh, seorang suami memiliki istri dan dua anak sebagai ahli waris dari sebidang tanah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Pada sertifikat HGB, tertera bahwa jangka waktu HGB berakhir pada tahun 2008. Karena kurang pemahaman mengenai jangka waktu hak atas tanah, mereka baru mengajukan perpanjangan hak atas tanah dua tahun setelah berakhir, yaitu pada tahun 2010. Saat melakukan perpanjangan HGB, ahli waris sebelumnya hanya wajib membayar BPHTB waris dengan perhitungan {(NJOP – NJOPTKP) x 5%} x 50%.
Seharusnya, rumus BPHTB seharusnya mengikuti rumus jual beli biasa, yaitu {(NJOP – Rp60jt) x 5%}. Hal ini mengingat bahwa hak atas tanah, seperti Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai, yang memiliki jangka waktu tertentu, pada dasarnya adalah tanah negara yang diberikan kepada individu dengan jangka waktu terbatas.
Apabila jangka waktu hak atas tanah tersebut telah habis, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 40/19996, proses yang diajukan oleh ahli waris bukanlah perpanjangan hak, melainkan permohonan hak atas tanah yang baru. Meskipun ahli waris memiliki hak preference untuk mengajukan permohonan tersebut, perhitungan pajaknya tidak mengikuti rumus BPHTB waris. Hal ini ditegaskan dalam Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-458/PJ.331/2005 tanggal 1 Juni 2005, poin 2 menyatakan bahwa
"Dalam hal jangka waktu perolehan hak guna bangunan telah berakhir, maka status tanah menjadi tanah milik Negara sampai dengan diberikannya hak baru lagi."
Dengan demikian, perlakuan pajaknya tidak mengikuti aturan BPHTB waris, melainkan menggunakan rumus BPHTB untuk permohonan hak baru, seperti pada transaksi jual beli biasa. Informasi di atas dapat membantu merencanakan pembayaran BPHTB pada tanah warisan untuk persiapan di masa mendatang.
Rencanakan Masa Depan dengan Tepat
Setelah memahami lebih lanjut mengenai BPHTB pada tanah warisan, kamu akan menyadari betapa krusialnya perencanaan ini. Rencanakan dan lakukan perhitungan secara cermat untuk kepentingan di masa depan. Tidak perlu ragu untuk mencari bantuan profesional, terutama dalam konteks perencanaan finansial, yang menjadi semakin penting di era saat ini.