5 Jenis Sertifikat Properti yang Mesti Anda Punya
Apabila Anda memiliki atau hendak membeli properti, kelengkapan dokumen merupakan salah satu hal yang terpenting, dan yang pasti harus ada sertifikatnya. Jika sudah ada, apakah Anda sudah tahu apa jenisnya? Jika belum, silakan simak penjelasan di bawah ini.
Jenis sertifikat properti berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria adalah sebagai berikut:
Jenis-Jenis Sertifikat Properti
Ketahui 5 Jenis Sertifikat Properti via iwallfinder.com
a. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan atau tanah oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah yang bersangkutan karena tidak ada lagi campur tangan atau pun kemungkinan kepemilikan oleh pihak lain.
Hak Milik itu sendiri adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah di mana tanah tersebut masih memiliki fungsi sosial. Hak milik dapat diperjualbelikan atau pun dijadikan jaminan atau agunan atas utang dan apabila sudah diadministrasikan dengan baik, maka Anda sebagai pemilik tanah mendapatkan bukti kepemilikannya yang berupa SHM.
Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti jika Anda hanya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang akan dibahas selanjutnya. Melalui SHM, pemilik dapat menggunakannya sebagai bukti kuat dan sah atas kepemilikan tanah. Jadi apabila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum.
SHM juga dapat menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual-beli maupun penjaminan kredit atau pembiayaan perbankan. SHM hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI).
Hak Milik atas lahan dan bangunan yang dibuktikan oleh SHM masih dapat hilang atau dicabut karena tanahnya dimaksudkan untuk kepentingan negara, penyerahan sukarela pemiliknya ke negara, ditelantarkan, atau karena tanah tersebut bukan dimiliki oleh WNI.
b. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah jenis sertifikat di mana pemegang sertifikat tersebut hanya dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau keperluan lain dalam kurun waktu tertentu, sementara kepemilikan lahannya dipegang oleh negara.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 sampai 30 tahun, dan dapat diperpanjang. Setelah melewati batas waktunya, Anda sebagai pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB tersebut.
Hak Guna dapat diartikan sebagai hak atas pemanfaatan atas tanah atau bangunan misalnya mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu. Hak Guna ini yang dapat diperpanjang jangka waktunya, dan dapat pula digunakan sebagai tanggungan serta dapat dialihkan.
Pemegang Hak Guna harus memberikan pemasukan ke kas negara berkaitan dengan Hak Guna yang dimilikinya. Apabila Hak Guna sudah diadministrasikan dengan baik maka pemegang hak mendapatkan bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) diperbolehkan untuk dimiliki orang asing atau non Warga Negara Indonesia. Lahan dengan status HGB ini biasanya berupa lahan yang dikelola oleh pihak pengembang (developer) seperti perumahan atau apartemen, dan kadang juga untuk gedung perkantoran.
Jika Anda membeli rumah, perlu diperiksa terlebih dahulu status sertifikatnya, jika SHGB maka Anda tidak punya kuasa atas tanah tersebut dan tidak dapat mewariskannya ke keturunan Anda. Namun, SHGB tetap dapat dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman ke bank.
c. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
SHSRS dapat dikaitkan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang menjadi objek kepemilikan di luar unit seperti taman dan lahan parkir.
d. Girik
Girik sebenarnya bukan merupakan sertifikat kepemilikan atas tanah melainkan jenis administrasi desa untuk pertanahan yang menunjukkan penguasaan atas lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-beli maupun waris.
Girik harus ditunjang dengan bukti lain misalnya Akta Jual Beli atau Surat Waris. Jika yang Anda pegang adalah girik, maka sangat disarankan untuk segera mengurus sertifikat untuk lahan Anda.
e. Akta Jual Beli (AJB)
AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik. Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda, jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik.
Baca Juga: Sudah Siapkah Anda Membeli Rumah?
Meningkatkan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik
Cara Meningkatkan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik via wordpress.com
Pemegang SHGB dapat meningkatkan status kepemilikan atas tanah tersebut menjadi Hak Milik. Biasanya peningkatan status sertifikat dari SHGB ke SHM dilakukan jika di atas lahan atau tanah tersebut didirikan bangunan, misalnya rumah untuk tempat tinggal.
Selama di bidang lahan atau tanah tersebut terdapat bangunan yang dipergunakan untuk tempat tinggal, maka statusnya dapat ditingkatkan menjadi hak milik. Peningkatan status ini dapat dilakukan dengan hanya mendaftarkan diri untuk peningkatan hak milik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Untuk meningkatkan status kepemilikan properti Anda dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Anda dapat mengurusnya sendiri atau menggunakan jasa notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang akan menguruskan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tentunya untuk jasa ini, Anda perlu menyiapkan dana lebih.
Tanah yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan mengurusnya di kantor pertanahan atau BPN di wilayah tempat tanah tersebut berada. Silakan simak prosedurnya berikut ini.
1. Siapkan Berkas Kelengkapannya
- SHGB asli yang akan diubah statusnya dan fotokopinya
- Fotokopi IMB (Jika Anda tidak memiliki IMB, dapat diganti dengan surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan bahwa bangunan yang bersangkutan digunakan untuk rumah tinggal)
- KTP asli dan fotokopi (Jika Anda meminta bantuan atau menggunakan jasa orang lain, perlu juga melampirkan Surat Kuasa dan fotokopi KTP penerima kuasa)
- Fotokopi SPPT PBB dan aslinya
2. Ajukan Surat Permohonan ke BPN
Berikutnya Anda perlu mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Surat ini sebaiknya sudah diproses sebelum Anda mengajukan peningkatan status sertifikat dari SHGB menjadi SHM. Setelah surat ini jadi, Anda perlu menyiapkan fotokopinya beberapa lembar.
3. Membayar Tarif atas Penerimaan Bukan Pajak
Biaya yang dikenakan kepada Anda untuk peningkatan status HGB menjadi Hak Milik tergantung pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas tanah Anda. Ada rumusnya untuk ini, yaitu: 2% x (NJOP tanah – Rp60 juta). Angka Rp60 juta merupakan angka variabel untuk di Jakarta. Variabel ini berbeda-beda tergantung daerahnya.
Contoh perhitungannya jika tanah berada di wilayah Jakarta:
Misalnya luas tanah Anda 145 m2 dan NJOP Rp1.300.000 per meter persegi. Maka NJOP tanah Anda = 1.300.000 x 145 = 188.500.000.
Jadi, biaya untuk peningkatan SHGB menjadi SHM adalah: 2% x (Rp188.500.000 – Rp60.000.000) = Rp2.570.000
Biaya ini adalah untuk pemasukan kas negara.
Jenis Sertifikat Jelas, Status Hukum pun Pasti
Sertifikat properti kadang dianggap rumit pengurusannya, dan banyak orang kurang mengerti atau kurang memiliki waktu untuk mengurus sertifikat untuk tanah atau bangunannya, dan pada gilirannya jadi kurang siap saat timbul permasalahan hukum berkaitan dengan tanah tersebut. Padahal kepastian hukum atas tanah atau bangunan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pembelian.
Kejelasan status hukum suatu properti diperlukan apabila Anda akan mendirikan bangunan, melakukan jual-beli, atau pun membuatnya menjadi jaminan kredit di bank. Jadi pastikan Anda memegang sertifikat untuk properti Anda agar Anda siap apabila timbul permasalahan atas properti Anda tersebut. Kejelasan jenis sertifikat yang Anda miliki mendukung kepastian status hukum atas tanah dan bangunan Anda.